YAHWEH atau ALLAH ?
Berikut ini adalah artikel menarik untuk menjawab pertanyaan di atas dan pertanyaan-pertanyaan lain yang mungkin muncul sehubungan penyebutan nama Tuhan.
NAMA YAHWEH. Mengapa dalam Alkitab Indonesia (LAI) tidak disebut Nama Sang Pencipta yaitu Yahweh?
YAHWEH (YHWH) adalah nama Tuhan yang khas ditujukan kepada Tuhan Israel yang membawa umat Israel keluar dari tanah Mesir (Kel.6:1-2). Dalam Tenakh Yahudi (PL) dalam bahasa Ibrani, nama Yahweh bukan satu-satunya nama diri yang digunakan oleh Tuhan, sebab ada nama lain yang juga digunakan sebagai nama diri yaitu EL, Elohim, Eloah, dan juga Adonai.
Demikian juga dalam terjemahan PL ke bahasa Yunani yang dikenal sebagai Septuaginta (LXX), para penerjemah yang adalah 70 tua-tua Israel yang diutus oleh Imam Besar Eliezer atas permintaan raja Ptolomeus Philadelphus di Alexandria (Afrika Utara), menerjemahkan nama Yahweh dan Adonai ke dalam bahasa Yunani sebagai ‘Kurios’ dan nama El/Eloah/Elohim sebagai ‘Theos’. Dalam naskah asli Perjanjian Baru dalam bahasa Yunani, kecuali sebagai ungkapan ‘Halleuya’ (terpujilah Yah, Why.19:1,3,4,6), penggunaan nama Kurios (yang bisa berarti Yahweh/Adonai), dan Theos (yang bisa berarti El/Eloah/Elohim) dalam LXX diikuti. Ini berarti bahwa penggunaan nama terjemahan adalah hasil kesepakatan para penulis/penerjemah yang dipimpin Roh Kudus. Yesus dalam hidupnya tidak menyebut nama Yahweh tetapi menyebut dengan nama ‘EL’, bahkan di kayu salib Ia memanggil nama Bapa ‘Eli-Eli Lama Sabakhtani’ dalam bahasa Aram.
Mengapa kemudian digunakan nama ‘ALLAH’ yang adalah nama tuhannya bangsa Arab?
ALLAH bukanlah nama Tuhannya bangsa Arab namun lebih tepat disebut sebagai nama ‘EL’ dalam dialek Arab dalam rumpun bahasa Semitik (jadi bukan terjemahan). Dalam dialek Aram-Siria, nama ‘El’ menjadi ‘alaha/aloho’ yang dipakai dalam Alkitab Siria ‘Peshita.’ Dalam Ensiklopedia Britannica, nama ‘Allah’ disebut sebagai “berasal dari sumber tulisan Semitik dimana nama Tuhan adalah ‘IL’ atau ‘EL’. Yang terakhir disebut sebagai sinonim nama Yahweh.
Allah adalah nama standar dalam bahasa Arab untuk ‘Tuhan’ yang juga digunakan oleh orang Arab Kristen sebagaimana digunakan oleh Arab Islam” (1999-2000 Britannica.com). Baik orang Arab yang beragama Yahudi & Kristen sudah ada sebelum hadirnya Islam, sudah menggunakan nama ‘Allah’ untuk menyebut ‘El’ Semitik. Saat ini ada 4 versi Alkitab Kristen dalam bahasa Arab dan semuanya menggunakan nama ‘Allah’ untuk menyebut ‘El’ Ibrani maupun ‘Theos’ Yunani. Bangsa Arab sudah masuk ke Indonesia sejak abad-13, jadi sebelum agama Kristen masuk, dan nama ‘Allah’ Arab sudah dimasukan sebagai kosa-kata bahasa Indonesia, maka penggunakan nama ‘Allah’ dalam Alkitab Indonesia adalah sah dan bahkan paling tepat.
ALLAH BUKAN TUHAN ISRAEL. Bukankah Allah itu nama Tuhannya Arab dan bukan merupakan Tuhannya Israel?
HARUS disadari bahwa bangsa Israel dan bangsa Arab adalah bersaudara. Setidaknya bangsa Arab merupakan keturunan dari empat keluarga Semitik (keturunan Sem), yaitu:
(1) keturunan Aram (Kej.10:21-25);
(2) keturunan Yoktan;
(3) keturunan Ismail (Abraham+Hagar); dan
(4) keturunan Keturah (+Abraham).
Baik buku-buku Islam maupun Kristen menyimpulkan hal ini. Selain itu sebenarnya bangsa Arab berasal dari campuran bangsa Ibrani juga (keturunan Eber) karena Yoktan adalah anak Eber, dan juga termasuk keturunan Abraham (melalui Ismael dan Keturah). Sebelum ada Islam Tuhan bangsa Arab adalah ‘El’ Semit, Ibrani maupun ‘Tuhan Monotheisme Abraham’, ini dilestarikan oleh kaum Haniff/hunafa. Dalam dialek Arab nama ‘El’ itu mengalami transliterasi menjadi ‘Allah’ (‘al-ilah’ yang dalam bahasa Aram Siria menjadi ‘alaha/aloho’), Jadi ‘Allah’ (dalam bahasa Arab) tidak lain menunjuk kepada ‘El’ bahasa Ibrani/Semitik. Bahwa kemudian ada perbedaan konsep antara ‘El’ Ibrani dan ‘Allah’ Islam, itu terjadi karena perbedaan wahyu yang dipercayai, apalagi ketika terjadi kemerosotan agama Arab masa jahiliah dimana ada orang Arab yang menggunakannya untuk menyebut nama dewa (band.Kel.32, dimana nama Elohim & Yahweh juga ditujukan kepada dewa Anak Lembu Emas). Namun perlu diketahui bahwa konsep ‘Allah’ Arab-Kristen juga berbeda dengan ‘Allah’ Arab-Islam.
Demikian juga kita harus menyadari bahwa sekalipun ‘Theos’ Kristen menunjuk oknum yang sama yaitu ‘El’ Yahudi, pada dasarnya ajaran (aqidah) keduanya mengenai nama yang sama itu berbeda juga. Kristen mempercayai ‘El’ Abraham Ishak & Yakub (dan Yahweh Musa), tetapi juga mempercayai Yesus sebagai ‘Allah’ (Yesus menyebut dirinya ‘Ego Eimi’ Yoh.5:58) ini sama dengan pengakuan El dalam Kel.3:14 (Aku adalah Aku, yang dalam Septuaginta ditulis ‘Ego Eimi’ dan Septuagintalah yang dibaca Yesus pada masa Perjanjian Baru).
YAHWEH NAMA SATU-SATUNYA. Bukankah Yahweh adalah nama Tuhan satu-satunya (Kel.3:15),
BILA kita mempelajari Alkitab dengan benar kita tahu bahwa sebenarnya nama Yahweh dalam Tenakh (PL) Yahudi bukanlah nama satu-satunya, sebab setidaknya ada 5 nama Tuhan Yahudi, yaitu ‘Yahweh’ (yang diterjemahkan LAI sebagai TUHAN), ‘Adonai’ (yang diterjemahkan LAI sebagai Tuhan), dan ‘El / Elohim / Eloah’ (yang diterjemahkan LAI sebagai Allah, kosa kata bahasa Indonesia yang berasal dari dialek Arab rumpun bahasa semitik untuk ‘El’). Dalam kitab Kej.1, nama yang pertama dipakai adalah ‘Elohim’ (baik sebagai nama diri maupun sebutan) dan sampai Kel.6:1-2, juga digunakan nama diri ‘El’. Kita perlu menyadari bahwa nama Yahweh baru diperkenalkan kepada Musa sebagai Tuhan khas bangsa Israel yang melepaskan mereka dari Mesir: “Akulah TUHAN (Yahweh), Aku telah menampakkan diri kepada Abraham, Ishak dan Yakub sebagai Allah (El) yang Mahakuasa, tetapi dengan nama-Ku TUHAN (Yahweh) Aku belum menyatakan diri” (Kel.6:1-2).
Tetapi mengapa dalam Kel.3:15 sudah disebut nama Tuhan sebagai Yahweh (TUHAN)?
Di sini kita harus sadar bahwa Alkitab bukanlah kitab yang didiktekan Tuhan dari surga namun diilhamkan Tuhan dan menyertakan kepribadian manusia. Kebiasan para penyalin Alkitab, adalah bahwa bila ada naskah yang tidak sesuai dengan doktrin mereka, maka naskah tersebut dimusnahkan. Ada masanya dimana ada penyalin yang sangat meninggikan nama ‘Yahweh’ sehingga dalam proses salin menyalin, nama Yahweh yang baru diperkenalkan kepada Musa dalam Kel.6 itu kemudian digunakan untuk mengganti banyak nama ‘El’ sebelumnya, termasuk Kel.3:15, demikian juga agar nama Yahweh tidak terkesan monopoli bangsa Israel, maka nama itu juga digunakan untuk menyebut keturunan umat manusia (Enos yang artinya manusia, Kej.4:26), dan lebih lanjut, nama itu digunakan sebagai aktor penciptaan pada awal kejadian langit dan bumi (Kej.2:4). Selanjutnya, sekalipun nama Yahweh sudah diperkenalkan kepada Musa, dalam kitab-kitab sesudah itu nama ‘El’ masih sering digunakan sebagai nama diri Tuhan (Mzm.43-83;Yes.40:18;43:10-12;45:14) dan ‘Adonai’ juga sebagai nama diri Tuhan (Yes.6:1,8;Mi.4:13;Za.4:14;6:5).
YAHWEH DIGANTI ALLAH. Mengapa Yahweh diganti dengan Allah? (Mzm.140:8;Yes.40:10;Yer.4:10;Yeh.4:14). Bukankah kita tidak boleh menyebut nama alah lain? (Kel.23:13). Yesus memuliakan nama itu (Yoh.17:26) dan mengatakan Yahweh itu elohim (Mrk.12:29)
SETELAH kita sadar bahwa ‘Yahweh’ adalah sinonim ‘El’ maka penggantian El dengan Yahweh atau sebaliknya bukan masalah, demikian pula penggantian ‘Yahweh’ dengan ‘Allah’ (yang adalah dialek Arab dari bahasa Semitik/Ibrani ‘El’). Kita melihat bahwa dalam proses penyalinan Tenakh Yahudi, nama El dalam bagian sebelum Kel.6 banyak yang diganti dengan nama ‘Yahweh.’ Dalam banyak bagian lain El sebagai nama diri diidentikkan dengan nama diri Yahweh (Kej.35:1,3;Bil.12:13;Yes.40:18;43:10-12;45:14;Yeh.28:2). Bandingkan ‘El’ sebagai nama diri Tuhan (El Elohe Yisrael, Kej.33:20;46:3;17:1) dengan ‘Yahweh’ (Yahweh Elohe Yisrael, Kel.32:20;Yos.8:30). Sebenarnya Kel.3:15 yang menyebut Yahweh (TUHAN) sebagai nama dan sebutan satu-satunya mulanya adalah ‘El’ (shaddai) dan kalau Kel.23:13 disebut tidak boleh memanggil nama alah lain (tentu maksudnya selain ‘El’ dan ‘Yahweh’), tentu maksudnya bukan nama sebagai deretan huruf namun nama sebagai penunjuk identitas.
Pada waktu penerjemahan ke dalam bahasa Yunani Septuaginta, Yahweh/Adonai diterjemahkan ‘Kurios’ dan El/Elohim/Eloah diganti ‘Theos’, Imam Besar Eliezer dan Yesus (karena pada masanya PL yang digunakan adalah LXX) tidak keberatan dan bahkan menggunakan nama terjemahan itu, dan di kayu salib Yesus memanggil ‘El’ bukan ‘Yahweh’. Maka tentu maksud ayat Kel.23:13 itu bila kita menyebut suatu nama ilah yang secara ajaran berbeda dengan ajaran Alkitab, namun baik nama ‘Kurios’ maupun ‘Theos’ dalam bahasa Yunani bisa diterima bila hal itu menunjuk pada oknum ‘El/Yahweh’ Tenakh dan ajarannya sama. Demikian juga dalam Yoh.17:26, tentu yang dimaksudkan dengan ‘nama Bapa’ adalah ‘El’ itu! Dan, Mrk.12:29, dalam bahasa aslinya adalah ‘Kurios ho Theos’. Sekalipun ayat ini mengacu pada Ul.6:4 dimana menunjuk pada ‘Yahweh Elohenu’, namun Tuhan Yesus tidak membacanya dari Alkitab Ibrani tetapi terjemahan Yunani Septuaginta, yaitu ‘Kurios ho Theos’!
Tetapi mengapa ada penggantian nama yang seharusnya ‘Kurios’ (Yahweh/Adonai) diganti ‘Theos’ (El/Elohim/Eloah)? Menarik mengamati bahwa dalam terjemahan Septuaginta ada kata ‘Yahweh’ Tenakh yang diganti ‘Theos’ (Yes.54:13, LAI menerjemahkan dengan TUHAN). Karena penulis PB mendasari tulisan dari LXX, Yoh.6:45 mengutipnya sebagai ‘Theos’ (diterjemahkan LAI sebagai ‘Allah’), ini bisa terjadi karena Yesuspun menggunakan LXX (Luk.4:16-20) dan tidak menolak penggunaan ‘Theos’ dalam Yes.54:13 LXX.
Ayat-ayat yang disebutkan dalam pertanyaan diatas adalah kasus khusus, dimana bila ada pengulangan nama Tuhan, yaitu ‘Adonai Yahweh’ atau ‘Yah Yahweh’ (ada kira-kira 300 kasus demikian dalam PL dan duapertiganya ada dalam kitab Yehezkiel), maka untuk tidak mengadakan ulangan nama ‘Tuhan TUHAN’ atau ‘TUHAN TUHAN” maka diterjemahkan ‘Tuhan ALLAH’ atau ‘TUHAN ALLAH’ (Yes.12:2). Bila kita menyadari bahwa ‘El’ adalah sinonim ‘Yahweh’ maka penerjemahan demikian tidaklah salah. Namun bila sudah ada fobia akan kata Allah (yang dianggap nama dewa Arab, seperti yang dikemukakan Bet Yeshua Hamasiah/BYH) maka sebenarnya ini persoalan fanatisme ‘Yudaisme.’ Menarik mengamati bahwa sekalipun BYH sangat fobia nama ‘Allah’, dalam ‘Kitab Suci Torat dan Injil’ (Kitab Suci 2000) yang diterbitkannya, Yoh.6:45, juga diterjemahkan sebagai ‘Eloim’, ini menunjukkan bahwa BYH juga mengganti nama Yahweh menjadi ‘Eloim’ (lihat juga KS-2000: Luk.1:58), juga Yahweh diterjemahkan Tuhan (Luk.4:18;Kis.3:22 band. Ul.8:15).
NAMA YAHWEH DALAM ALKITAB. Dalam Alkitab nama Yahweh muncul 6.973 kali, dan nama itu harus dikuduskan (Mat.6:9). Namun mengapa nama itu disingkiran dalam Alkitab? (Traktat ‘Siapakah namaNya?’)
ANGGAPAN bahwa nama Yahweh muncul 6.973 kali dalam Alkitab, menunjukkan dengan jelas adanya pengaruh aliran Saksi-Saksi Yehuwa (SSY) ke dalam pemikiran para pengikut ‘Asal Bukan Allah’ (lihat: Kitab Suci Terjemahan Dunia Baru, h.2024). Perlu disadari bahwa dalam apa yang dikatakan sebagai ‘memulihkan nama Yahweh’ oleh SSY terdapat manipulasi eisegetis, yaitu memasukkan kepercayaan SSY ke dalam terjemahan Alkitab. Dalam PL banyak istilah Adonai diganti Yahweh, bahkan dalam kitab Kej.18, dimana nama ‘Adonai’ pertama kali muncul, yang dalam bahasa asli Ibraninya memuat 10 nama ‘YHWH’ (ayat:1,13,14,17,19,19,20,22,26,33) dan 5 nama ‘Adonai’ (ayat:3,27,30,31,32), seluruhnya oleh SSY diterjemahkan sebagai ‘Yehuwa’. Dalam hal ini Alkitab LAI lebih jujur dengan menerjemahkan 10 menjadi TUHAN (ayat:1,13,14,17,19,19,20,22,26,33) dan 4 sebagai ‘Tuhan’ (ayat: 27,30,31,32), dan 1 sebagai ‘Tuan’ (ayat:3).
Dari jumlah di atas, SSY menyebut ada 237 nama dalam Perjanjian Baru. Dalam kasus PB ini manipulasi eisegetis ini lebih parah lagi, sebab selain yang diterjemahkan sebagai Yahweh, semua nama Kurios (yang bisa YHWH/Adonai dalam konteks Septuaginta) yang ditujukan kepada Bapa diterjemahkan sebagai ‘Yehuwa’, namun kalau kata yang sama ditujukan kepada Yesus, maka diterjemahkan sebagai ‘Tuan’ (SSY tidak mengakui Yesus sebagai Tuhan, padahal baik YHWH maupun Yesus sama-sama mengaku sebagai ‘Ego Eimi’ dalam Kel.3:14 dan Yoh.5:58. Dalam LXX Kel.3:14, diterjemahkan ‘Ego Eimi’ dan LXX-lah yang dibaca oleh Yesus). Dalam ‘Kitab Suci Torat dan Injil’ terbitan Bet Yeshua Hamasiah, hampir dua pertiga dari jumlah 237 itu diterjemahkan sebagai ‘Yahwe’, ini berarti bahwa Bet Yeshua Hamasiah/BYH juga ikut memanipulasi terjemahan, karena fakta kebenaran dalam naskah asli PB kecuali dalam Why.19, sama sekali tidak ada kata Yahweh! Yang ada adalah nama ‘Kurios’ yang bisa ditujukan ‘YHWH’ (TUHAN) bisa ‘Adonai’ (Tuhan/Tuan).
PB BAHASA IBRANI. Bukankah dalam masa PB, Yesus dan umat Kristen menggunakan bahasa Ibrani, maka mengapa tidak digunakan saja bahasa asli Ibraninya, dan masak Tuhan Yesus yang adalah orang Yahudi asli yang mempunyai bahasa Ibrani dan tinggal di Israel, lahir, hidup, mati dan bangkit serta naik ke Surga dari tanah Israel dikatakan berbahasa Yunani dan Aram?
PERLU dimengerti bahwa pada masa Perjanjian Baru tidak digunakan bahasa Ibrani, sebab waktu itu bahasa Ibrani hanya terdiri huruf mati (konsonan) yang sulit dieja sehingga hanya digunakan sebagai tulisan suci di Bait Allah, karena itu umat Yahudi dan Kristen menggunakan terjemahan Yunani Septuaginta (PL).
Kalau ada terjemahan LAI yang berbunyi ‘bahasa Ibrani’ itu tidak dimaksudkan sebagai bahasa Ibrani tetapi ‘bahasa Aram’ yang umum dipakai di Palestina kala itu. Kata Yunaninya adalah ‘hebraisti’ (Yoh.19:20) yang artinya ‘lidah Ibrani’ atau ‘hebraidi dialekto’ (Kis.21:40-22:2;26:14) yang artinya ‘dialek Ibrani.’ Ini lebih jelas ketika terjemahan ‘bahasa Ibrani’ itu dikaitkan dengan nama-nama Aram seperti ‘Betesda’ (Yoh.5:2); ‘Rabuni’ (Yoh.20:16);’Apolion’ (Why.16:16); dan ‘Harmagedon’ (Why.16:16). Perlu disadari bahwa di atas kayu salib Yesus tidak berkata dalam bahasa Ibrani namun bahasa Aram yang memang mirip bahasa Ibrani.
Perlu disadari bahwa bahasa Ibrani bukanlah bahasa surgawi yang tetap eksis dari kekal sampai kekal. Bahasa ini mengikuti proses jatuh bangun, ada kalanya sebagai bahasa mati (tidak digunakan sebagai bahasa percakapan, hanya sebagai bahasa tulisan suci) dan ada kalanya digunakan sebagai bahasa hidup seperti digunakan dalam bahasa Ibrani modern dalam dua abad terakhir. Dengan melepaskan diri dari fanatisme mengidolakan bahasa Ibrani sebagai bahasa ilahi, kita harus menyadari fakta sejarah bahwa bahasa ‘Ibrani Kuno’ berkembang dari percampuran bahasa Kanaan dan Amorit (dalam Yes.19:18 disebut bahasa Kanaan).
Bentuk bahasa Ibrani tulisan mulai berkembang pada abad-11 SM dan menggunakan bentuk huruf Kanaan kuno, ini digunakan sebagai bahasa ‘Ibrani Kitab Suci’ pada abad-6 SM yang dipengaruhi bahasa asing terutama Aram (Pada masa Ezra, umat sudah tidak mengerti bahasa Ibrani sehingga diterjemahkan ke dalam bahasa Aram, Neh.8:2-9. Sebagian kitab Ezra ditulis dalam bahasa Aram), dan dalam periode ini penulisan Tenakh Yahudi diselesaikan. Dari abad 2 M bahasa ini berkembang sebagai ‘Ibrani Mishnah’ yang membakukan bahasa Ibrani tulisan yang berkembang sejak 200 SM namun bahasa ini berbeda dengan bahasa Ibrani Kitab Suci dan dipengaruhi bahasa Aram, Latin dan Yunani, itulah sebabnya pada abad-3 SM Tenakh Yahudi diterjemahkan ke dalam bahasa Yunani dalam Septuaginta dan Perjanjian Baru ditulis dalam bahasa Yunani di tengah penduduk Palestina yang kala itu berbicara dalam bahasa Aram dan Yunani (Bahasa Ibrani hanya dipakai para imam untuk tulisan suci di Bat Allah). Pada abad-6M berkembang ‘Ibrani para Rabi’ yang banyak dipengaruhi bahasa Arab yang masih berciri bahasa tulisan, namun tanda-tanda vokal huruf Ibrani mulai diperkenalkan. Pada abad-7M Palestina dikuasai oleh bangsa Arab terus sampai tahun 1917. Sejak abad-19M, sejalan dengan bangunnya Zionisme, bahasa Ibrani baru mengalami kebangunan sebagai bahasa ‘Ibrani Modern’ yang digunakan sebagai bahasa hidup untuk percakapan dan berkembang sebagai bahasa nasional.
KESIMPULAN : Bila Imam Besar Eliezer saja menerima terjemahan Yunani Septuaginta termasuk terjemahan nama Yahweh/Adonai dan El/Elohim/Eloah menjadi Kurios dan Theos, dan bahkan Tuhan Yesus sendiri tidak berbahasa Ibrani melainkan berbahasa Aram dan Yunani dan menggunakan Alkitab (PL) terjemahan LXX dan menyebut nama Tuhannya dengan ‘Kurios/Theos’ dan di kayu salib dengan nama ‘El’ dan tidak pernah dengan nama Yahweh, demikian juga dalam PB tidak ada nama Yahweh (kecuali terselip dalam seruan ‘Haleluya’, Why.19), maka bila pada masa kini ada umat Kristen yang ingin kembali mengganti semua terjemahan nama dengan bahasa Ibrani, ini lebih menunjukkan buah-buah fanatisme Yudaisme dan anti-Arabisme, yang kurang mengerti sejarah naskah Alkitab, dan bukanlah kebenaran yang Alkitabiah.
(dar berbagai sumber di internet, yabina.org)
Comments
Post a Comment